Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, peningkatan realisasi investasi tak sejalan dengan kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya teknologi. “Menyangkut persoalan tenaga kerja, betul realisasi investasi tidak berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja,” kata Bahlil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (3/2).
Dia pun menjelaskan, realisasi investasi sepanjang 2019 mencapai Rp 809,6 triliun, baru menyerap tenaga kerja sebanyak 1,03 juta orang. Sedangkan pada 2018, realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp 721,3 triliun dan menyerap tenaga kerja sebesar 960.052 orang. Begitupun pada 2017, dari investasi Rp 692,8 triliun, serapan tenaga kerjnya lebih tinggi mencapai sebesar 1,17 juta orang. Menurut Bahlil, kondisi ini terjadi lantaran investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan menggunakan teknologi mutakhir. Hal tersebut, lantas memotong mata rantai produksi menjadi lebih sederhana. Dengan demikian, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi pun menjadi lebih sedikit. “Investasi yang masuk teknologinya tinggi, pasti akan terjadi pengurangan (kebutuhan tenaga kerja),” kata Bahlil.
Selain itu, Bahlil menyebut keterampilan yang dimiliki tenaga kerja di Indonesia masih rendah. Bahkan, Bahlil menyebut tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia rata-rata masih SD dan SMP. Alhasil, tidak banyak tenaga kerja yang terserap meski investasi yang masuk ke Tanah Air meningkat. “Kewajiban kita semua adalah meningkatkan skill mereka, baik dari pengusaha maupun pemerintah,” kata Bahlil.
Oleh karena itu, dia berharap investasi yang masuk ke Indonesia di masa mendatang didominasi dari sektor manufaktur yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Pada 2020 ini, BKPM menargetkan penanaman modal di sektor tersebut mencapai Rp 246,3 triliun. Angka tersebut naik dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 216 triliun. “Sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak,” ujarnya.
Sumber : katadata.co.id